Tidak identik dengan kapur dan sirih, tapi dimaksudkan untuk bersinonim dengan Sekapur Sirih. Lantas siapa yg mengesahkan Secawan Kopi adalah padanan Sekapur sirih? KBBI? Tentu tidak. Ingat kembali, ini personal blog yg lahir dari persepsi sebelah mata saya, mungkin benar, dan sangat mungkin salah.
***
Sekapur Sirih, sebuah rangkaian kalimat yg biasa memiliki halamannya sendiri dalam sebuah karya tulis. Menurut KBBI padanannya yg sah adalah 'Kata Pengantar'. Persepsi saya, itu berarti sebuah 'awal' dari cerita panjang di halaman-halaman berikutnya. Lantas bagaimana keserasian kopi dan cawannya itu mampu menggantikan istilah konvensional 'Sekapur Sirih' dalam sudut pandang saya?
'Awal', kata kunci yg menggelayut dalam nalar saya. Tentu nalar saya sulit menerima filosofi 'Sekapur Sirih' sebagai awal dari semuanya. Saya bahkan tidak pernah merasakannya. Lalu bagaimana mungkin saya mengawalinya dengan ini? Entah pujangga pada eranya memiliki kebiasaan berbeda yg mendasari lahirnya istilah itu.
Benar, 'Kebiasaan'. Kebiasaanlah yg menjadi dasar lahirnya sebuah ide atau buah pemikiran seorang pemikir. Dan kebiasaan itulah yg membuat saya yg notabene seorang pemikir(hanya saja minim aksi) sepakat bahwa 'Secawan Kopi' lebih mewakili 'saya' dalam memaknai sebuah awal, ketimbang beradu persepsi dengan kapur dan sirih.
***
Penulis adalah pria yg tersugesti bahwa secangkir kopilah yg memberinya energi untuk memulai hari, pun ketika menulis setiap konten di blog ini. Pekat hitamnya kopi Bali, aromanya saat berekstraksi menandai awal rutinitasnya. Tentunya setelah mengucap doa kepada Sang pemberi nikmat